1. Pengertian Nilai
Dalam pandangan filsafat, nilai (value :
Inggris) sering dihubungkan dengan masalah kebaikan. Sesuatu dikatakan
mempunyai nilai, apabila sesuatu itu berguna, benar (nilai
kebenaran), indah(nilai estetika), baik (nilai
moral), religius (nilai religi), dan sebagainya. Nilai itu
ideal, bersifat ide. Karena itu, nilai adalah sesuatu yang abstrak dan tidak
dapat disentuh oleh panca indera. Yang dapat ditangkap adalah barang atau laku
perbuatan yang mengandung nilai itu. Ada dua pandangan tentang cara beradanya
nilai, yaitu :
a. Nilai sebagai sesuatu
yang ada pada obyek itu sendiri (obyektif)
Merupakan suatu hal yang obyektif
dan membentuk semacam “dunia nilai”, yang menjadi ukuran tertinggi dari perilaku
manusia (menurut filsuf Max Scheler dan Nocolia
Hartman).
b. Nilai sebagai sesuatu
yang bergantung kepada penangkapan dan perasaan orang (subyektif)
Menurut Nietzsche,
nilai yang dimaksudkan adalah tingkat atau derajat yang diinginkan oleh manusia.
Nilai, yang merupakan tujuan dari kehendak manusia yang benar, sering ditata
menurut susunan tingkatannya yang dimulai dari bawah, yaitu : nilai
hedonis (kenikmatan), nilai utilitaris(kegunaan), nilai
biologis (kemuliaan), nilai diri estetis (keindahan,
kecantikan), nilai-nilai pribadi(susial, baik), dan yang paling
atas adalah nilai religius (kesucian).
Dari pandangan dan pemahaman
tentang nilai baik yang bersifat obyektif maupun subyektif, berikut ini ada
beberapa pengertian tentang nilai :
- Kamus Ilmiah Populer
Nilai adalah ide tentang apa yang
baik, benar, bijaksana dan apa yang berguna sifatnya lebih abstrak dari norma.
- Laboratorium Pancasila IKIP Malang
Nilai adalah sesuatu yang
berharga, yang berguna, yang indah, yang memperkaya batin, yang menyadarkan
manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi
mendorong, mengarahkan sikap dan perilaku manusia.
- Nursal Luth dan Dainel Fernandez
Nilai adalah perasaan-perasaan
tentang apa yang diinginkan atau tidak diinginkan yang mempengaruhi perilaku
sosial dari orang yang memiliki nilai itu. Nilai bukanlah soal benar salah,
tetapi soal dikehendaki atau tidak, disenangi atau tidak. Nilai merupakan
kumpulan sikap dan perasaan-perasaan yang selalu diperlihatkan melalui perilaku
oleh manusia.
- C. Kluckhoorn
Nilai adalah suatu konsepsi yang
eksplisit khas dari perorangan atau karakteristik dari sekelompok orang
mengenai sesuatu yang didambakan, yang berpengaruh pada pemilihan pola, sarana,
dan tujuan dari tindakan. Nilai bukanlah keinginan, tetapi apa yang diinginkan.
Artinya, nilai itu bukan hanya diharapkan tetapi diusahakan sebagai suatu yang
pantas dan benar bagi diri sendiri dan orang lain. Ukuran-ukuran yang dipakai
untuk mengatasi kemauan pada saat dan situasi tertentu itulah yang dimaksud
dengan nilai.
Dari beberapa pengertian nilai
yang ada, kiranya dapat juga difahami bahwa nilai adalah kualitas ketentuan
yang bermakna bagi kehidupan manusia perorangan, masyarakat, bangsa dan negara.
Kehadirian nilai dalam kehidupan manusia dapat menimbulkan aksi dan reaksi,
sehingga manusia akan menerima atau menolak kehadirannya. Konsekuensinya, nilai
akan menjadi tujuan hidup yang ingin diwujudkan dalam kenyataan.
Sehubungan dengan nilai-nilai
Pancasila yang telah berkembang di dalam masyarakat Indonesia, maka dapat
dicontohkan seperti nilai keadilan dan kejujuran, merupakan nilai-nilai yang
selalu menjadi kepedulian manusia untuk dapat diwujudkan dalam kenyataan.
Sebaliknya, kezaliman dan kebohongan meruapakan nilai yang selalu ditolak.
1. 2. Ciri-ciri Nilai
Pada dasarnya nilai dapat
dibedakan berdasarkan cirinya. Pembedaan tersebut adalah sebagai berikut :
1. a. Nilai-nilai yang mendarah
daging (internalized value)
Yaitu nilai yang telah menjadi
kepribadian bawah sadar atau yang mendorong timbulnya tin dakan tanpa berfikir
lagi. Bila dilanggar, timbul perasaan malu atau bersalah yang mendalam dan
sukar dilupakan, misalnya :
1)
Orang yang taat beragama akan menderita beban mental apabila melanggar salah
satu norma agama tersebut.
2)
Seorang prajurit di medan pertempuran akan menolong temannya yang terluka,
mekipun akan membahayakan jiwanya.
3)
Seorang ayah berani bertarung maut demi menyelamatkan anaknya yang sedang
terkurung kobaran api yang membakar rumahnya.
b. Nilai yang dominan
Merupakan nilai yang dianggap
lebih penting dari pada nilai-nilai lainnya. Hal ini nampak pada pilihan yang
dilakukan seseorang pada waktu berhadapan dengan beberapa alternatif tindakan
yang harus diambil. Beberapa pertimbangan dominan tidaknya nilai tersebut
adalah sebagai berikut :
1)
Banyaknya orang yang menganut nilai tersebut.
2)
Lamanya nilai itu dirasakan oleh para anggota kelompok tersebut.
3)
Tingginya usaha untuk mempertahankan nilai itu.
4)
Tingginya kedudukan (prestise) orang-orang yang membawakan nilai
tersebut.
3. Macam-Macam Nilai
Nilai, erat hubungannya dengan
kebudayaan dan masyarakat. Setiap masyarakat atau setiap kebudayaan memiliki
nilai-nilai tertentu mengenai sesuatu. Malah kebudayaan dan masyarakat itu
sendiri merupakan nilai yang tidak terhingga bagi orang yang memilikinya. Koentjaraningratmenjelaskan
bahwa “suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman
tertinggi bagi kelakuan manusia”.
Dalam menganalisis macam-macam
nilai selain para sarjana tersebut di atas, dalam pandanganProf. Dr.
Notonagoro, nilai dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :
1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang
berguna bagi unsur manusia.
2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang
berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kgt atau aktivitas.
3. Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang
berguna bagi rokahni manusia. Nilai kerokhanian dapat dibedakan atas 4 (empat)
macam, antara lain :
1)
Nilai kebenaran/ kenyataan yang bersumber dari unsur akal manusia (ratio, budi
dan cipta).
2)
Nilai keindahan yang bersumber dari unsur manusia (perasaan dan estetis).
3)
Nilai moral/ kebaikan yang bersumber dari unsur kehendak/ kemauan (karsa dan
etika).
4)
Nilai religius, yaitu merupakan nilai ke-Tuhanan, kerokhanian yang tinggi dan
mutlak yang bersumber dari keyakinan/ kepercayaan manusia.
Bagi
manusia nilai dijadikan landasan, alasan atau motivasi dalam segala tingkah
laku dan perbuatannya. Dalam bidang pelaksanaannya nilai-nilai dijabarkan dan
diwujudkan dalam bentuk kaedah atau norma sehingga merupakan larangan, tidak
diinginkan, celaan, dan sebagainya
Paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan
asumsi-asumsi teoritis yang umum dan suatu kerangka pikir orientasi dasar dari
suatu perubahan yang merupakan suatu sumber hukum,metode,serta penerapan dalam
ilmu pengetahuan,sehingga sangat menentukan sifat,ciri,dan karakter ilmu
pengetahuan itu sendiri. Paradigma berarti cara pandang, nilai-nilai ,
metode-metode, prinsip dasar, atau cara memecahkan masalah yang dianutr oleh
suatu masayarakat pada masa tertentu.
Pengertian Sosial Budaya
Sosial merupakan rangkaian norma, moral, nilai dan aturan yang bersumber dari
kebudayaan suatu masyarakat atau komuniti yang digunakan sebagai acuan
dalam berhubungan antar manusia yang bersifat abstrak dan berisikan
simbol-simbol yang berkaitan dengan pemahaman terhadap lingkungan dan berfungsi
untuk mengatur tindakan-tindakan yang dimunculkan oleh individu-individu
sebagai anggota suatu masyarakat.
Sedangkan budaya berasal dari kata Sans yaitu
Bodhya yang artinya pikiran dan akal budi.Budaya adalah segala hal yang dibuat
oleh manusia berdasarkan pikiran dan akal budinya yang mengandung cinta, rasa,
dan kepercayaan adat istiadat ataupun ilmu.
Maka, pengertian sosial budaya itu sendiri
adalah segala hal yang diciptakan oleh manusia dengan pemikiran dan budi
nuraninya untuk kehidupan bermasyarakat. Atau, lebih singkatnya, manusia
membuat sesuatu berdasarkan budi dan pikirannya yang dipeuntukan dalam
kehidupan bermasyarakat.
. Pengertian Pancasila
Pancasila telah
menjadi istilah resmi sebagai dasar falsafah negara Republik Indonesia, baik
ditinjau dari sudut bahasa maupun dari sudut sejarah. Hai tersebut dapat
dilihat secara etimologis atau secara teminologi sebagimana penjelasan berikut,
1) Secara Etimologis
Berdasarkan
asal kata, Pancasila berasal dari bahasa India, yakni bahasa Sansekerta.
Menurut Muhammad Yamin, Pancasila memiliki dua macam arti, yaitu Panca artinya
lima, syila dengan (i) biasa (pendek) artinya sendi, alas, atau dasar, syila
dengan (i) panjang artinya peraturan tingkah laku yang penting, baik, dan
senonoh. Kata sila dalam bahasa Indonesia menjadi susila artinya tingkah laku
baik.
2) Secara Terminologi
Pada 1 Juni
1945, dalam sidang Badan Penyelidik Usaha- Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) perkataan Pancasila (lima asas dasar) digunakan oleh
Presiden Soekarno untuk memberi nama pada lima prinsip dasar negara yang
diusulkannya. Perkataan tersebut dibisikkan oleh temannya seorang ahli bahasa
yang duduk disamping Soekarno, yaitu Muhammad Yamin.
(http://www.scribd.com/doc/18184016/Pancasila-Sebagai-Sumber-Nilai-Dan-Paradigma-Pembangunan)
* Pancasila sebagai Paradigma
Pengembangan Sosial Budaya
|
Dalam pengembangan sosial budaya pada masa
reformasi dewasa ini kita harus
|
mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa
Indonesia sebagai dasar nilai yaitu nilai-nilai
|
Pancasila itu sendiri.
Prinsip etika Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik, artinya
|
nilai-nilai Pancasila mendasarkan pada nilai
yang bersumber pada harkat dan martabat
|
manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Dalam
rangka pengembangan sosial budaya,
|
Pancasila sebagai kerangka
kesadaran yang dapat mendorong untuk
|
universalisasi
|
, yaitu
|
melepaskan simbol-simbol dari keterikatan
struktur, dan
|
transendentalisasi
|
. yaitu
|
meningkatkan derajat kemerdekaan manusia,
kebebasan spiritual.
|
Pancasila pada hakikatnya bersifat
humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat
manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang
adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan
harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab.
Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam,
brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia
adil dan beradab.
Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo
menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila Kedua).
Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo
menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila Kedua).
Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
Pembangunan nasional bidang kebudayaan, harus dilandasi dengan berpikir tentang
masalah persatuan dan kesatuan bangsa. Negara harus menjalankan pemerintahan
yang serba efektif harus menghilangkan mental birokrasi serta mau membangun
sistem budaya dalam hal norma maupun pengembangan iptek dengan melakukan
pemberdayaan kebudayaan lokal guna memfungsikan etos budaya bangsa yang
majemuk. Kehidupan setiap insan harus dipertahankan dengan baik dalam
menghadapi segala tantangan dan hambatan serta dapat membangun dirinya sendiri
menjadi masyarakat yang berkeadilan, demokrasi, inovatif, dan mencapai kemajuan
kehidupan yang beradab.
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan - kebudayaan di daerah:
(1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan - kebudayaan di daerah:
(1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
(2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;
(3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;
(4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya
yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk
melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk
mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan
(5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.( http://www.gudangmateri.com/2010/04/makalah-pancasila-sebagai-paradigma.html)